Artis maju menjadi calon legislatif, hampir
semua orang sudah tau. Hal itu bukan lagi berita baru, lantaran sudah terjadi
sejak dahulu. Anggota legislatif yang duduk di Senayan, memang baru tampak
sangat jelas keberadaannya sejak tahun 2014. Pada periode ini (2014-2019)
mereka tergolong cukup banyak. Maka sudah tidak menjadi heran, kalau untuk
periode sekarang (2019-2024) sederet nama artis tercatat maju menjadi caleg.
Sebagai masyarakat pemilih, kita tentu tidak
mempersoalkan siapapun yang maju menjadi caleg. Termasuk mereka yang berlatar
belakang artis. Tidak ada regulasi yang menghalangi mereka untuk maju menjadi
caleg. Toh ... keputusan itu tetap ada di tangan rakyat, apakah mereka berhak
masuk ke Senayan atau tidak.
Memang jika dilihat dari karyanya, politisi
yang berlatar belakang artis belumlah menunjukkan progres yang cukup berarti.
Tetapi bukan berarti semua politisi berlatar belakang artis diam-diam saja.
Sekalipun politisi berlatar belakang artis enggan meninggalkan dunia
keartisannya, tetapi tidak sedikit diantara mereka justru sangat fokus
melaksanakan tugas sebagai anggota legislatif di DPR.
Bukan hanya sebagai anggota legislatif, para
artis juga menyerbu masuk menjadi calon eksekutif. Sudah terbukti, tak sedikit
diantara mereka yang duduk sebagai wakil bahkan sebagai kepala pemerintahan.
Tentu dari kinerja, tidak semua oknum sama. Ada yang sudah menunjukkan dirinya
sebagai pejabat yang berkwalitas, tentu ada yang gagal.
Maraknya berita miring yang menuduh politisi
berlatar belakang artis sebagai politisi bayaran, adalah dampak dari banyaknya
politisi artis yang berpindah dari partai yang satu ke partai lain. Tidak
sedikit dari kalangan politisi mengungkapkan, bahwa caleg dari artis adalah
caleg yang bisa dibeli untuk pindah partai, karena mereka terbiasa dibayar saat
manggung.
Tentu saja isu itu menjadi hal yang
mengkhawatirkan masyarakat, jika memang isu itu adalah berita yang benar.
Walaupun isu adalah berita yang belum tentu kebenarannya, tetapi masyarakat
tetap saja menjadi khawatir dengan pemberitaan itu. Alangkah tidak baiknya,
jika politisi sebagai petugas partai menyampaikan informasi di media massa
tanpa bukti yang valid. Misalnya menyebut caleg artis adalah caleg yang bisa
dibeli.
Jika memang benar caleg bisa dibeli, tentu
ini sanyat mengerikan. Caleg yang bisa diperjual-belikan tidak pantas menjadi
wakil rakyat. Saat maju menjadi caleg saja, mereka sudah terlibat dalam aksi
jual-beli. Boleh dibayangkan apa yang akan terjadi, kelak saat mereka telah
duduk di Senayan. Tentu aksi jual-beli tidak bisa dituduhkan hanya kepada kaum
artis semata. Hal yang sama tentu juga bisa terjadi pada caleg dari kalangan
non artis. Hal ini sangat mengerikan ...
Para politisi sebagai petugas partai
seharusnya menyikapi perpindahan caleg dari partai ke partai dengan sikap yang
kesatria. Tidak perlu bersikap emosional mengetahui peristiwa itu sudah
terjadi. Apalagi melontarkan tuduhan itu secara khusus kepada caleg dari
kalangan artis. Politisi akan jauh lebih terpandang, jika mereka membangun cara
yang baik dalam usaha merebut hati rakyat.
Demikian pula caleg dari kalangan artis,
tentu harus menyikapi pemberitaan itu dengan serius. Mereka bisa menampik semua
pemberitaan itu dengan berkarya sebaik mungkin, saat mereka terpilih nanti.
Mereka harus sungguh-sungguh mendahulukan kepentingan rakyat daripada
kepentingan partai pengusungnya.
Masyarakat tentu berharap, agar para artis
yang maju menjadi caleg tidak sekedar meramaikan saja. Mereka sebaiknya
mempertimbangkan sisi kwalitas dan knowledge diri sendiri, agar kelak mereka
tidak menjadi bahan candaan baik di tengah sesama politisi maupun di tengah
masyarakat umum.
Hal ini penting, agar maju menjadi caleg
bukanlah sekedar rame-ramean.
SALAM GEMILANG