Senin, 31 Juli 2017

MENGAMATI CATUR POLITIK YANG MASIH KENTAL DENGAN PRAKTEK KECURANGAN


Secara umum POLITIK adalah suatu tahapan dalam usaha membentuk atau membangun posisi kekuasaan dalam masyarakat berdasarkan konstitusi, yang berguna sebagai alat pengambil keputusan sesuai dengan kebutuhan masyarakat secara luas. Walaupun dalam prakteknya proses untuk mencapai puncak kekuasaan, sebagian politisi menggunakan cara-cara inkonstitusional.

Berbagai peristiwa politik telah terjadi di bumi pertiwi ini, yang setiap peristiwa hampir merata mengandung praktek kecurangan. Hasil pengumpulan suara dimanipulasi. Aturan main politik ditabrak. Menaikkan elektabilitas dengan politik bagi-bagi uang. Dan masih banyak perilaku politik yang mengandung kecurangan.

Permainan politik yang diperagakan oleh sebahagian politisi kini sudah menjurus kearah usaha menurunkan elektabilitas lawan politik dengan cara-cara tak terpuji. Untuk mendapat kemenangan politik, politikus tak segan-segan menghembuskan berbagai isu yang menyerempet-nyerempet kepada SARA.

Tidak cukup dengan isu SARA, sebagian politisi juga diketahui menggandeng tokoh religius, untuk mendapat suara dari umat yang diperkirakan berada di belakang tokoh religi tersebut. Tak cukup sampai disitu, beberapa oknum politisi juga memperalat tokoh religi untuk memengaruhi umat agar membenci lawan politik dengan pernyataan-pernyataan yang berbau ujaran kebencian.

Sebagian politisi tampaknya berusaha menghindar dari usaha kerja keras untuk mendapat simpati masyarakat. Mereka memilih arah perjuangan politik dengan lebih banyak bicara ketimbang bekerja dengan menghasilkan karya nyata. Mereka tidak pernah mengakui keberhasilan lawan politik, sekalipun keberhasilan itu sungguh sudah berada di depan mata.

Berambisi untuk menjadi penguasa tentu sah-sah saja. Tetapi tidak harus memperagakan cara-cara tak elok, untuk sampai kepada kekuasaan itu. Untuk menjadi penguasa, politisi harus berperilaku dan bicara bijaksana. Tidak perlu bertindak pijak sini pijak sana, untuk mendapatkan pengakuan dari masyarakat.

Sekalipun belum tersebar secara merata, harus diakui bahwa masyarakat pada saat sekarang ini sudah menunjukkan progresnya dalam hal berpolitik. Mereka telah menggunakan hati nurani dalam menentukan siapa yang akan menjadi pemimpin mereka.

Untuk menentukan pilihannya, masyarakat tidak lagi berdasarkan besarnya uang yang dibagi-bagikan politisi, tetapi mereka akan memilih pemimpin yang sungguh memperhatikan rakyat dan pemimpin yang sudah terbukti kerja nyatanya.

Pengalaman pilkada serentak baru-baru ini, seharusnya menjadi pengalaman berharga bagi para politisi. Sudah seharusnya mereka berpikir ulang, saat mereka hendak memraktekkan politik bagi-bagi uang.

Pilkada serentak baru-baru ini juga memperlihatkan beberapa peristiwa, betapa calon dan relawannya mengamuk kepada lembaga terkait, dan menuduh lembaga itu tidak independen dengan memenangkan salah satu pasangan calon lawan politik mereka.

Dapat dipahami, relawan dan paslon yang kalah itu meragukan independensi lembaga terkait, karena sebelumnya mereka telah membagi-bagikan uang kepada masyarakat luas. Itu yang mereka tau. Mereka tidak menyadari, bahwa pemahaman masyarakat tentang berpolitik telah meningkat semakin membaik.

Walau cenderung nakal, masyarakat perlu diberi acung jempol, saat mereka menerima uang dari paslon yang satu, tetapi riilnya mereka pilih paslon yang lainnya, sebagai implementasi berpolitik yang berdasarkan hati nurani. Semoga progres pengetahuan dalam bepolitik di masyarakat terus meningkat, menyebar merata kepada seluruh rakyat di bumi nusantara ini ... !



SALAM GEMILANG

Tidak ada komentar:

Posting Komentar