Rabu, 19 September 2018

KONTESTASI POLITIK HARUS DISIKAPI DENGAN BIJAK DAN LEBIH PINTAR

Pemilihan Umum yang sering disebut PEMILU, kini tengah menjadi pembicaraan utama ditengah masyarakat, hampir di setiap kesempatan berkumpul. Banyak hal menarik yang bisa diangkat dari peristiwa ini, untuk dijadikan bahan pembicaraan. 

Dari pembicaraan-pembicaraan seperti inilah, sering terjadi perbedaan lalu melahirkan perselisihan yang kemudian berkembang menjadi konflik berkepanjangan.

Saudara-saudari sekalian ...

Demi menjaga relasi yang telah terbangun dengan baik, melalui tulisan ini kami ingin mengajak kita, baik kepada individual maupun yang bersifat komunal, agar berusaha untuk saling menghargai, saling menghormati pilihan masing-masing,  yang jatuh pada orang atau partai yang berbeda.

Iklim pemilihan umum yang akan digelar pada tahun 2019, sekarang ini sungguh sudah terasa geliatnya. Selain perbincangan face to face ditempat-tempat umum, perbincangan hangat juga terjadi di berbagai media sosial, baik di Facebook, Instagram maupun di grup-grup WhatsApp serta di media-media sosial lainnya.

Apalagi, pemilu presiden (pilpres) kali ini dilakukan secara bersamaan dengan pemilu legislatif (pileg). Peluang kemungkinan terjadinya benturan sangatlah tinggi, karena masing-masing pihak, berusaha mempertahankan kepentingan sendiri-sendiri. Butuh keseriusan setiap orang, untuk menjaga situasi di lingkungan masing-masing agar tetap kondusif.

Kami juga mengajak kita sekalian, agar pilpres maupun pileg tidak dijadikan sebagai ajang saling menghujat, saling mencaci maki, dan tidak menjadi ajang saling menjelekkan satu sama lain. Semua itu tidak ada gunanya, karena hanya akan membuat kita rugi sendiri.

Pilpres dan pileg bukanlah ajang untuk menunjukkan kebolehan atau kemampuan. Janganlah pula memposisikan diri sebagai sosok yang merasa paling jago, merasa paling benar dan merasa paling pintar. Kita semua adalah rakyat biasa, yang hanya dijadikan korban politik, korban kepentingan pribadi para kontestan dalam kontestasi pilpres maupun pileg.

Kita perlu menyadari, bahwa ketika pilpres maupun pileg usai, kita akan tetap menjadi diri sendiri sekalipun pejabat yang memenangi kontestasi adalah kontestan pilihan kita, atau kontestan pilihan orang lain. Tidak akan ada bedanya. Kita akan tetap menjadi kita, seperti saat sebelum melakukan pemilu, sampai kemudian pejabat presiden atau dewan perwakilan rakyat diambil sumpahnya.

Kemenangan yang diraih para kontestan pasca gelar pilpres & pileg, tidak akan merubah posisi status sosial kita, kecuali kita sendiri yang merubahnya. Seseorang yang tidak memiliki pekerjaan, akan tetap tidak memiliki pekerjaan jika orang itu tidak berusaha untuk mencari pekerjaan. Artinya, "pengangguran akan tetap menjadi pengangguran, kalau tidak berusaha untuk mencari pekerjaan".

Maka janganlah terjebak pada situasi politik, yang terlalu banyak mengumbar kalimat-kalimat harapan, dimana hampir seluruhnya adalah bohong. Kita adalah sesama anak bangsa yang bahkan terlahir sebagai saudara, harus berjabat tangan dengan erat menjaga relasi yang sudah terbangun dengan baik. Tali silaturahmi tidak boleh terputus hanya karena berbeda pilihan pada sebuah kontestasi politik.

Saudara - saudari sekalian ...

Jadilah sosok yang lebih pintar, sosok yang tidak mau dirugikan oleh kontestasi politik yang tidak sehat. Kita tidak boleh terpengaruh ketika didatangi tim sukses kontestan dengan menawarkan sejumlah uang, agar kita mau merubah keputusan pilihan kita. Kita tidak boleh mengorbankan masa depan bangsa dan negara, demi sejumlah uang yang sifatnya hanya kenikmatan sementara.

Marilah kita berpikir lebih bijak dan dewasa. Situasi politik menjelang pilpres dan pileg akan lebih kondusif karena kita menjaga suasananya. Kita harus melawan semua sikap intoleran, apalagi jika sikap itu sudah berbau-bau radikal. Sikap-sikap seperti itu harus segera dihentikan.

Kita selalu membawa didalam doa, agar bangsa ini menjadi bangsa yang terhormat dan bermartabat. Rakyatnya sehat dan sejahtera, nyaman, tenteram dibawah pemerintahan yang bijaksana, pemerintah yang sungguh pro kepada rakyat, yang mampu memerintah secara adil, agar rakyat bangsa kita menjadi masyarakat yang makmur.


SALAM GEMILANG

Selasa, 11 September 2018

PARTAI YANG SENANG BAJAK MEMBAJAK

Maraknya berita perpindahan kader Partai Demokrat ke partai lain, oleh Partai Demokrat peristiwa itu dianggap sebagai peristiwa bajak membajak. Wajar saja Partai Demokrat mengungkapkan itu, karena memang beberapa kader unnggulan mereka di beberapa daerah, memilih mendukung pasangan Jokowi – Ma’ruf di Pilpres 2019 mendatang.

Politisi PDI Perjuangan Aria Bima mengatakan, tindakan sejumlah kader Partai Demokrat yang memilih mendukung paslon capres-cawapres Jokowi-Ma’ruf adalah hal yang wajar dalam sebuah kontestasi, khususnya kontestasi politik. Aria Bima bahkan menuding, Partai Demokrat jauh lebih ganas dalam hal bajak membajak kader dari partai lain.

Lebih lanjut Aria Bima mengangkat beberapa contoh, bagaimana saat Partai Demokrat menjadikan Gubernur Sumatera Barat Gamawan Fauzy sebagai tim kampanye SBY pada pilpres 2014. Padahal, Gamawan sendiri maju saat pilgub Sumbar diusung dan dibiayai oleh PDI Perjuangan.  

Hal yang sama juga terjadi pada Mardiyanto, yang diusung PDI Perjuangan saat maju pada Pilgub Jateng, dan kemudian menjadi Gubernur Jawa Tengah selama dua periode.Lalu menjadi tim pemenangan SBY saat pilpres.

Partai tidak seharusnya mempermasalahkan seorang kader melakukan perpindahan ke partai lain, apalagi menuding partai lain sebagai partai yang senang bajak membajak. Justru fenomena perpindahan kader, seharusnya menjadi evaluasi bagi internal partai.

Peristiwa itu harus dijadikan dasar untuk membenahi diri dari kemungkinan pindahnya kader ketingkat yang lebih banyak lagi. Perlu juga menjadi perhatian setiap partai, bagaimana sebuah partai mampu menghasilkan kader baru yang lebih berkwalitas, pasca berpindahnya kader ke partai lain.

Akan jauh lebih baik menjadi koreksi di internal partai setelah ditinggalkan kader sendiri, daripada membuat pernyataan-pernyataan aneh dan menuding partai lain dengan cap jelek dengan mencaci maki partai tempat dimana kader tersebut berlabuh.

Ungkapan “partai yang suka membajak kader dari partai lain” menjadi perbincangan hangat, setelah beberapa kader Partai Demokrat diketahui membelot dan mendukung Jokowi – Ma’ruf pada pilpres 2019. Mereka diantaranya, Gubernur NTB Zainul Majdi atau Tuan Guru Bajang (TGB), mantan Wakil Gubernur Jabar Deddy Mizwar dan Gubernur Papua Lukas Enembe.

Tentu saja ada alasan penting, mengapa kader Partai Demokrat itu memilih mendukung Jokowi – Ma’ruf di pilpres mendatang. Hal itu juga memberi pelajaran berharga bukan saja kepada partai sebagai lembaga, tetapi juga kepada setiap orang sebagai pribadi, untuk lebih kritis dalam menentukan pilihannya, karena satu suara yang diberikan saat pemilu, adalah hal yang akan menentukan arah negara, menuju masa depan yang lebih baik.

SALAM GEMILANG

Minggu, 22 Juli 2018

FENOMENA ARTIS MAJU MENJADI CALEG

Artis maju menjadi calon legislatif, hampir semua orang sudah tau. Hal itu bukan lagi berita baru, lantaran sudah terjadi sejak dahulu. Anggota legislatif yang duduk di Senayan, memang baru tampak sangat jelas keberadaannya sejak tahun 2014. Pada periode ini (2014-2019) mereka tergolong cukup banyak. Maka sudah tidak menjadi heran, kalau untuk periode sekarang (2019-2024) sederet nama artis tercatat maju menjadi caleg.

Sebagai masyarakat pemilih, kita tentu tidak mempersoalkan siapapun yang maju menjadi caleg. Termasuk mereka yang berlatar belakang artis. Tidak ada regulasi yang menghalangi mereka untuk maju menjadi caleg. Toh ... keputusan itu tetap ada di tangan rakyat, apakah mereka berhak masuk ke Senayan atau tidak.

Memang jika dilihat dari karyanya, politisi yang berlatar belakang artis belumlah menunjukkan progres yang cukup berarti. Tetapi bukan berarti semua politisi berlatar belakang artis diam-diam saja. Sekalipun politisi berlatar belakang artis enggan meninggalkan dunia keartisannya, tetapi tidak sedikit diantara mereka justru sangat fokus melaksanakan tugas sebagai anggota legislatif di DPR.

Bukan hanya sebagai anggota legislatif, para artis juga menyerbu masuk menjadi calon eksekutif. Sudah terbukti, tak sedikit diantara mereka yang duduk sebagai wakil bahkan sebagai kepala pemerintahan. Tentu dari kinerja, tidak semua oknum sama. Ada yang sudah menunjukkan dirinya sebagai pejabat yang berkwalitas, tentu ada yang gagal.

Maraknya berita miring yang menuduh politisi berlatar belakang artis sebagai politisi bayaran, adalah dampak dari banyaknya politisi artis yang berpindah dari partai yang satu ke partai lain. Tidak sedikit dari kalangan politisi mengungkapkan, bahwa caleg dari artis adalah caleg yang bisa dibeli untuk pindah partai, karena mereka terbiasa dibayar saat manggung.

Tentu saja isu itu menjadi hal yang mengkhawatirkan masyarakat, jika memang isu itu adalah berita yang benar. Walaupun isu adalah berita yang belum tentu kebenarannya, tetapi masyarakat tetap saja menjadi khawatir dengan pemberitaan itu. Alangkah tidak baiknya, jika politisi sebagai petugas partai menyampaikan informasi di media massa tanpa bukti yang valid. Misalnya menyebut caleg artis adalah caleg yang bisa dibeli.

Jika memang benar caleg bisa dibeli, tentu ini sanyat mengerikan. Caleg yang bisa diperjual-belikan tidak pantas menjadi wakil rakyat. Saat maju menjadi caleg saja, mereka sudah terlibat dalam aksi jual-beli. Boleh dibayangkan apa yang akan terjadi, kelak saat mereka telah duduk di Senayan. Tentu aksi jual-beli tidak bisa dituduhkan hanya kepada kaum artis semata. Hal yang sama tentu juga bisa terjadi pada caleg dari kalangan non artis. Hal ini sangat mengerikan ... 

Para politisi sebagai petugas partai seharusnya menyikapi perpindahan caleg dari partai ke partai dengan sikap yang kesatria. Tidak perlu bersikap emosional mengetahui peristiwa itu sudah terjadi. Apalagi melontarkan tuduhan itu secara khusus kepada caleg dari kalangan artis. Politisi akan jauh lebih terpandang, jika mereka membangun cara yang baik dalam usaha merebut hati rakyat.

Demikian pula caleg dari kalangan artis, tentu harus menyikapi pemberitaan itu dengan serius. Mereka bisa menampik semua pemberitaan itu dengan berkarya sebaik mungkin, saat mereka terpilih nanti. Mereka harus sungguh-sungguh mendahulukan kepentingan rakyat daripada kepentingan partai pengusungnya.

Masyarakat tentu berharap, agar para artis yang maju menjadi caleg tidak sekedar meramaikan saja. Mereka sebaiknya mempertimbangkan sisi kwalitas dan knowledge diri sendiri, agar kelak mereka tidak menjadi bahan candaan baik di tengah sesama politisi maupun di tengah masyarakat umum.

Hal ini penting, agar maju menjadi caleg bukanlah sekedar rame-ramean.


SALAM GEMILANG

Jumat, 25 Mei 2018

KEPOLISIAN SEBAGAI KEAMANAN SEKALIGUS SASARAN AKSI TEROR


Selasa 22 Mei 2018 sekitar pukul 14.30 WIB Markas Kepolisian Indonesia kembali diserang. Kali ini Mapolsek Maro Sebo, Kabupaten Muarojambi, (Provinsi Jambi) menjadi sasaran serang orang tak dikenal. Diketahui dua orang anggota kepolisian yang sedang bertugas menjadi korban kebrutalan pelaku. Kedua anggota kepolisian itu sudah mencoba menghentikan pelaku penyerangan dengan melakukan perlawanan, namun akhirnya tersungkur setelah pelaku melukai keduanya dibagian leher dan kepala, dengan menggunakan sebilah samurai.

Setelah melakukan aksi brutalnya, pelaku kemudian melarikan diri meninggalkan Mapolsek Maro Sebo. Kesempatan itu digunakan warga untuk bertindak lalu membawa Aipda Manalu dan Bripka Tinambunan ke Puskesmas terdekat untuk mendapatkan perawatan, selanjutnya kedua anggota  dilarikan ke RS Bhayangkara Jambi untuk mendapatkan perawatan lebih intensif.

Tidak lama berselang, pelaku yang kemudian diketahui berinisial AS ditangkap di rumahnya. Pelaku adalah warga Danau Lamo, Kabupaten Muarojambi. Memang pelaku akhirnya tertangkap namun korban sudah jatuh. Dan hal yang sama juga telah terjadi di berbagai tempat di Indonesia, dan selalu ada korban lebih dahulu barulah dilakukan tindakan.  


Berulangkali markas kepolisian mendapat serangan. Dari Mapolsek, Mapolres sampai Mapolda sudah dijajal para pelaku penyerangan. Sampai saat ini, sasaran serang para pelaku teror masih mengarah ke Kantor Polisi dan Rumah Ibadah. Lalu selanjutnya kemana sasaran mereka ? ... Haruskah peristiwa ini akan terus berlanjut ... ?

Senin, 31 Juli 2017

MENGAMATI CATUR POLITIK YANG MASIH KENTAL DENGAN PRAKTEK KECURANGAN


Secara umum POLITIK adalah suatu tahapan dalam usaha membentuk atau membangun posisi kekuasaan dalam masyarakat berdasarkan konstitusi, yang berguna sebagai alat pengambil keputusan sesuai dengan kebutuhan masyarakat secara luas. Walaupun dalam prakteknya proses untuk mencapai puncak kekuasaan, sebagian politisi menggunakan cara-cara inkonstitusional.

Berbagai peristiwa politik telah terjadi di bumi pertiwi ini, yang setiap peristiwa hampir merata mengandung praktek kecurangan. Hasil pengumpulan suara dimanipulasi. Aturan main politik ditabrak. Menaikkan elektabilitas dengan politik bagi-bagi uang. Dan masih banyak perilaku politik yang mengandung kecurangan.

Permainan politik yang diperagakan oleh sebahagian politisi kini sudah menjurus kearah usaha menurunkan elektabilitas lawan politik dengan cara-cara tak terpuji. Untuk mendapat kemenangan politik, politikus tak segan-segan menghembuskan berbagai isu yang menyerempet-nyerempet kepada SARA.

Tidak cukup dengan isu SARA, sebagian politisi juga diketahui menggandeng tokoh religius, untuk mendapat suara dari umat yang diperkirakan berada di belakang tokoh religi tersebut. Tak cukup sampai disitu, beberapa oknum politisi juga memperalat tokoh religi untuk memengaruhi umat agar membenci lawan politik dengan pernyataan-pernyataan yang berbau ujaran kebencian.

Sebagian politisi tampaknya berusaha menghindar dari usaha kerja keras untuk mendapat simpati masyarakat. Mereka memilih arah perjuangan politik dengan lebih banyak bicara ketimbang bekerja dengan menghasilkan karya nyata. Mereka tidak pernah mengakui keberhasilan lawan politik, sekalipun keberhasilan itu sungguh sudah berada di depan mata.

Berambisi untuk menjadi penguasa tentu sah-sah saja. Tetapi tidak harus memperagakan cara-cara tak elok, untuk sampai kepada kekuasaan itu. Untuk menjadi penguasa, politisi harus berperilaku dan bicara bijaksana. Tidak perlu bertindak pijak sini pijak sana, untuk mendapatkan pengakuan dari masyarakat.

Sekalipun belum tersebar secara merata, harus diakui bahwa masyarakat pada saat sekarang ini sudah menunjukkan progresnya dalam hal berpolitik. Mereka telah menggunakan hati nurani dalam menentukan siapa yang akan menjadi pemimpin mereka.

Untuk menentukan pilihannya, masyarakat tidak lagi berdasarkan besarnya uang yang dibagi-bagikan politisi, tetapi mereka akan memilih pemimpin yang sungguh memperhatikan rakyat dan pemimpin yang sudah terbukti kerja nyatanya.

Pengalaman pilkada serentak baru-baru ini, seharusnya menjadi pengalaman berharga bagi para politisi. Sudah seharusnya mereka berpikir ulang, saat mereka hendak memraktekkan politik bagi-bagi uang.

Pilkada serentak baru-baru ini juga memperlihatkan beberapa peristiwa, betapa calon dan relawannya mengamuk kepada lembaga terkait, dan menuduh lembaga itu tidak independen dengan memenangkan salah satu pasangan calon lawan politik mereka.

Dapat dipahami, relawan dan paslon yang kalah itu meragukan independensi lembaga terkait, karena sebelumnya mereka telah membagi-bagikan uang kepada masyarakat luas. Itu yang mereka tau. Mereka tidak menyadari, bahwa pemahaman masyarakat tentang berpolitik telah meningkat semakin membaik.

Walau cenderung nakal, masyarakat perlu diberi acung jempol, saat mereka menerima uang dari paslon yang satu, tetapi riilnya mereka pilih paslon yang lainnya, sebagai implementasi berpolitik yang berdasarkan hati nurani. Semoga progres pengetahuan dalam bepolitik di masyarakat terus meningkat, menyebar merata kepada seluruh rakyat di bumi nusantara ini ... !



SALAM GEMILANG